Teman Dapatkan Kabar Harun Masiku Sudah Meninggal, Istrinya Empat Bulan Menghilang
Bagi beberapa kalangan, terlebih yang perhatian dalam urusan politik, tentu sudah tidak asing lagi ketika mendengar nama Harun Masiku. Dimana ia menjadi salah satu sosok perhatian dari masyarakat luas, dikarenakan beberapa aksi yang sudah dilakukan.
Dan dalam laporan terbaru kali ini ada informasi tersebar
bahwasanya Harun Masiku sudah meninggal Dunia. Lantas, benarkah demikian?
Harun Masiku, mantan calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP), sudah delapan bulan dinyatakan buron oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keberadaan Harun Masiku hingga kini masih jadi misteri.
Bahkan istri Harun Masiku, Hilda, turut menghilang.
Kompas.com berkunjung ke rumah Hilda di BTN Bajeng Permai,
Kelurahan Kalebajeng, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
Selasa (25/8/2020).
Rumah tersebut tampak lengang. Pagar besi merah rumah itu
tertutup rapat.
Sementara, seluruh lampu teras tampak menyala meski waktu
telah menunjukkan pukul 11.00 Wita.
Seorang pria yang mengaku kerabat Hilda tampak bekerja
membuat pagar terali besi.
Saat ditanyakan soal keberadaan penghuni rumah, dia mengaku
tak tahu.
"Hilda sudah lama menghilang, sudah sekitar empat
bulan."
"Kalau dia datang, paling cuma beberapa jam saja,
setelah itu menghilang lagi sampai beberapa bulan," kata Rudi, kerabat
Hilda, saat dikonfirmasi Kompas.com.
Saat ditanya perihal Harun Masiku, dia juga mengaku tidak
tahu kecuali informasi yang beredar bahwa Harun Masiku telah meninggal.
"Jangankan Harun, istrinya saja saya tidak tahu di
mana."
"Kalau informasi yang kami dapat, Harun sudah
meninggal," ujar Rudi.
Hal yang sama juga dituturkan tetangga rumah Hilda.
Namun, seorang tetangga mengatakan, pada malam tertentu ada
tamu yang datang ke rumah istri Harun Masiku.
"Kalau Hilda, kami sudah lama tidak lihat, tapi
kadang-kadang kalau tengah malam ada mobil mewah yang datang, tapi kaca mobil
gelap tidak tembus pandang."
"Kami juga tidak tahu yang datang itu siapa,"
tutur tetangga Hilda yang meminta agar identitasnya tidak dipublikasikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan
perkembangan terbaru upaya pencarian buronan mantan caleg PDIP Harun Masiku.
Terlebih, dua terdakwa kasus suap pergantian antar-waktu
(PAW) yang juga menjerat Harun Masiku, eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan
mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, telah divonis majelis hakim
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Insyaallah masih terus dilakukan (pencarian Harun
Masiku)."
"Di internal kita coba mengevaluasi kerja dari satgas
(satuan tugas) yang ada," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango lewat
pesan singkat, Senin (24/8/2020).
Nawawi mengatakan, KPK juga membuka kemungkinan akan
menambah personel satgas ataupun menyertakan satgas pendamping.
"Kami juga coba terus melakukan koordinasi dengan Polri
yang telah menetapkan status DPO terhadap tersangka," kata Nawawi.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sebelumnya menegaskan, lembaga
anti-rasuah akan terus berupaya mencari Harun Masiku hingga tertangkap.
"Mengenai pencarian Harun Masiku, KPK selama ini dan
akan terus berupaya mengejar yang bersangkutan," tegas Ghufron.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun mengatakan, lembaganya
masih terus melakukan pengejaran kepada Harun Masiku.
Alex mengklaim setiap informasi yang diberikan masyarakat ke
KPK selalu ditindaklanjuti.
"Misalnya ada yang menyampaikan HM itu di satu tempat
dan memberikan nomor HP, ya kemudian kami ikuti, " terangnya.
Sementara, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan usai
sidang putusan Wahyu Setiawan menegaskan, kasus ini belum selesai dengan
dibacakannya vonis terhadap Wahyu dan Agustiani.
Karena, tegasnya, masih ada Harun Masiku yang hingga kini
masih buron.
"Pastinya kasus ini belum selesai, soalnya masih ada
Harun Masiku yang menjadi DPO itu."
"Saat ini kami fokuskan adalah langkah hukum apa yang
bisa yang kami tempuh."
"Kaitannya dengan putusan Wahyu Setiawan yang salah
satu poinnya tadi belum mengakomodir pencabutan hak politik, " tegas
Takdir.
Sebelumnya, ketua majelis hakim Susanti Arsi Wibawani
memvonis mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan enam tahun bui.
Selain divonis hukuman enam tahun penjara, hakim juga
mewajibkan Wahyu membayar denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan
berlanjut," kata Susanti saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/8/2020).
Tak hanya Wahyu, mantan anggota Bawaslu yang juga eks kader
PDIP, Agustiani Tio Fridelina, divonis empat tahun penjara dan denda Rp 150
juta subsider empat bulan kurungan.
Hakim menyatakan Wahyu terbukti menerima suap Rp 600 juta
dari kader PDIP Saeful Bahri.
Suap diberikan agar Wahyu mengusahakan KPU memilih caleg
PDIP kala itu, Harun Masiku, menjadi anggota DPR lewat proses PAW. Uang
tersebut diterima melalui Agustiani.
Selain suap, jaksa menyatakan Wahyu terbukti menerima
gratifikasi sebanyak Rp 500 juta terkait seleksi anggota KPU Papua Barat
periode 2020-2025.
Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Papua Barat Rosa
Muhammad Thamrin Payapo.
Uang diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan orang asli
Papua terpilih menjadi anggota KPUD.
Vonis untuk Wahyu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu
delapan tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim juga tak mengabulkan tuntutan jaksa penuntut
umum (JPU) KPK untuk mencabut hak politik Wahyu selama empat tahun setelah
menjalani masa hukuman.
KPK Pertimbangkan Banding
KPK mempertimbangkan mengajukan banding atas putusan majelis
hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Majelis meyakini Wahyu bersama-sama orang kepercayaannya
yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina, menerima suap agar KPU
menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui pergantian antar-waktu
(PAW).
Tujuannya, menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama
Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Wahyu juga terbukti menerima uang Rp 500 juta terkait
seleksi anggota KPU Papua Barat periode 2020-2025.
Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Papua Barat Rosa
Muhammad Thamrin Payapo.
Langkah banding dipertimbangkan KPK lantaran dalam amar
putusannya, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa untuk mencabut
hak politik Wahyu Setiawan selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok.
Namun, keputusan untuk mengajukan banding atau tidak akan
diambil KPK setelah menerima dan menganalisis salinan putusan Wahyu Setiawan.
"Saat ini im JPU KPK menyatakan pikir-pikir atas
putusan tersebut."
"Berikutnya akan segera mengambil langkah hukum setelah
mempelajari lebih dahulu salinan putusan lengkapnya."
"Termasuk dalam hal ini tentu juga mengenai pencabutan
hak politik dan permohonan JC (Justice Collaborator) oleh terdakwa," ucap
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (24/8/2020).
JPU KPK Takdir Suhan mengatakan, masa tujuh hari untuk
pikir-pikir akan dimanfaatkan tim jaksa untuk menganalisis putusan hakim.
Untuk itu, jaksa berharap dapat segera menerima salinan
putusan.
"Atas putusan itu pun nantinya kami akan diskusikan
dengan tim, langkah hukum apa yang akan kami lakukan."
"Dan pastinya salinan putusan yang tadi dibacakan pun
itu kami masih menunggu. Karena tadi yang dibacakan adalah poin-poinnya,"
katanya.
Takdir mengatakan, pihaknya tidak langsung menyatakan
banding, lantaran terdapat sejumlah hal yang diputuskan hakim sejalan dengan
jaksa.
Salah satunya, menolak permohonan JC Wahyu Setiawan.
Selain itu, pidana badan yang dijatuhkan hakim, yakni enam
tahun, hanya kurang dua tahun dari yang dituntut jaksa, yakni delapan tahun.
Demikian juga dengan hukuman yang dijatuhkan terhadap
Agustiani Tio yang dituntut empat tahun enam bulan pidana penjara, dan dijatuhi
hukuman empat tahun pidana.
"Makanya kami mesti menunggu salinan putusan lengkap
untuk kami analisa kembali, untuk menentukan langkah apa yang bisa kami tempuh
selanjutnya," paparnya.
0 Response to "Teman Dapatkan Kabar Harun Masiku Sudah Meninggal, Istrinya Empat Bulan Menghilang"
Post a Comment