Awalnya Sudah Miris, Apakah Sales Semakin Tersiksa dengan Adanya RUU Cipta Kerja?
Para pekerja sekarang ini tengah mengeluhkan dengan
perubahan kondisi peraturan perundang-undangan yang dilakukan pemerintah. Sejumlah
kalangan bahkan melancarkan aksi protes di beberapa tempat, meski masih dalam
masa pandemi.
Memang ada beberapa kalangan yang terdampak perubahan aturan
ini, namun bagaimana dengan sales mobil yang awalnya memang sudah miris dengan
gajinya, apakah semakin tersiksa dengan RUU kali ini?
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan
oleh DPR RI, melalui sidang paripurna yang digelar Senin 5 Oktober 2020.
Pengesahan Omnibus Law menjadi Undang-Undang tentu menimbulkan kontroversi.
Sebab regulasi tersebut dianggap merugikan para pekerja.
Tercatat sebanyak 7 fraksi menyetujui RUU Cipta Kerja disahkan, hanya ada dua
partai yang menolaknya seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai
Demokrat.
Ada beberapa aturan kontroversi dalam RUU Cipta Kerja. Salah satunya yang menjadi sorotan serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) menjadi upah minimum provinsi (UMP).
Adanya penghapusan tersebut, upah pekerja dinilai akan lebih
rendah. Mengingat dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pekerja tidak
boleh mendapatkan upah di bawah minimum baik UMP dan UMK.
Berkaca pada kondisi tersebut, sebelum adanya Omnibus Law
RUU Cipta Kerja, beberapa perusahaan telah menggaji karyawannya di bawah upah
minimum. Hal tersebut dialami oleh tenaga penjual atau sales diler mobil.
Pada 2018-2019 lalu, 100KPJ pernah mewancarai secara ekslusif
beberapa sales mobil dari brand yang berbeda-beda. Penghasilan mereka per
bulan, tanpa ada tambahan bonus dari penjualan mobil ternyata sangat miris.
Salah satu tenaga penjual dari diler Suzuki di Karawaci, Tangerang yang enggan disebutkan namanya mengatakan, gaji pokok memang tidak terlalu besar terutama bagi sales yang penjualannya masih di bawah target. Tidak semua sales yang bernaung di bawah satu perusahaan memiliki gaji yang sama.
Dia mengatakan, untuk sales yang kategorinya gold gaji
bulanannya sudah Rp3,5 jutaan setara UMR (upah minimum provinsi). Jadi ada levelnya,
sales yang masuk kategori gold itu mampu menjual mobil selama sebulan sepuluh
unit, sedangkan dia hanya dua sampai tiga unit per-bulan.
Hal senada juga disampaikan salah satu sales diler Honda Bintaro. Dia mengatakan, profesi yang dilakoninya itu ada levelnya, yaitu junior dan senior dan posisi itu lah yang menentukan nominal gaji per-bulan. Selebihnya keuntungan didapat wiraniaga itu dari setiap penjualan mobil.
"Kebetulan saya senior, jadi gaji termasuk uang makan dan transportasi rangenya Rp3 jutaan. Kalau masih junior di bawah itu, karena gaji enggak bisa kami pukul rata masing-masing owner diler beda ada yang Rp500 ribu sebulan, ada yang ikutin UMR," tuturnya.
Level senior dan junior bukan ditentukan dari umur, namun
penjualan yang dievaluasi setiap tiga bulan sekali. "Kalau saya satu bulan
harus enam unit berarti tiga bulan 18 unit, minimal 80 persennya. Kalau tidak
memenuhi target turun grade jadi junior, targetnya per-bulan empat berarti tiga
bulan 12 unit," tuturnya.
Untuk jenjang karir, setelah jadi sales senior dan konstan
jualannya selama masa evaluasi tiga bulan sekali baru dijadikan karyawan, dan
melalui tahapan lagi untuk mengikuti seleksi menjadi supervisor.
0 Response to "Awalnya Sudah Miris, Apakah Sales Semakin Tersiksa dengan Adanya RUU Cipta Kerja?"
Post a Comment